HARTONO, I WAYAN SUDARMA, I PUTU PUTRA KUSUMA YUDHA, RAJ. RIANA DIAH PRAWITASARI
BPNB BALI
2018
RKE-781.5 (780-789)
978-602-356-222-0
Pada awalnya peralatan kesenian esot-esot hanya jidur (gendang bambu) dan tug-tug (tambur). Selanjutnya bertambah mandolin dan kuningan (cemprang). Pada tahun 1990-an bertambah casio atau organ. Pada tahun 1993 kesenian ini berkembang di tiga kabupaten yaitu Lombok Tengah, Lombok Timur dan Lombok Barat. Di Lombok Barat kesenian ini disebut tambur, di Lombok Tengah disebut kecimol dan di Lombok Timur disebut esot-esot. Dalam menghadapi era globalisasi, kesenian esot-esot tidak terlepas dari adanya pengaruh modern, baik dari peralatan maupun pakaian dalam berkesenian. Pada mulanya berfungsi untuk kegiatan keagamaan dan berkembang sebagai kesenian untuk hiburan. Pada dasarnya keberadaan kesenian tradisional tidak bisa hanya menjadi tanggung jawab kelompok tertentu, tetapi menjadi tanggung yang tidak terpisahkan dari semua pihak. Dan proses pelestarian kesenian tradisional membutuhkan waktu yang panjang dan berkesinambungan mulai dari pemahaman dan kepedulian dari berbagai pihak termasuk masyarakat lokal (pendukung) serta kesiapan kemampuan masyarakat mengelola dan memanfaatkannya.