PARADJE SEBAGAI BUDAYA DAN RITUAL MELAYU SANGGAU

Pengarang: 

H. M. NATSIR, HS

Penerbit: 

DISBUDPAR KAB. SANGGAU

Tahun Terbit: 

2013

Daerah/Wilayah: 
Kalimantan Barat
Rak: 

KBA - 390 (390-399)

ISSN/ISBN: 

-

Jumlah Halaman: 
33

Paradje sudah sejak lama dilakukan oleh para leluhur kaum melayu di Sanggau, khususnya dalam lingkup Kecamatan Kapuas, Mukok, Jangkang, Bonti, Kembayan, Beduai dan Sekayam. Diperkirakan bahwa paradje’ inisudah ada dalam masyarakat Melayu Sanggau sekitar tahun 1800 masehi. Jika menilik pada butir-butir kegiatan dalam upacara paradje’, masih terdapat pengaruh animisme bercampur dengan pengaruh hindu yang melatar belakanginya yang kemudian dipadukan dengan ajaran Islam. Sebelum upacara ini dilaksanakan, terlebih dahulu oleh yang menjadi penghulu atau imam, dilakukan musyawarah lengkap dengan pemuka masyarakat dan semua wakil keluarga. Sebelum upacara paradje’ dilakukan, terlebih dahulu setiap keluarga harus membersihkan untukan belakang rumah atau belakang kampung, yang perlu dibakar harus dibakar, selokan atau tempat yang lembab harus dikeringkan tidak ada air yang tergenang, saluran air harus diperbaiki agar lancar dan bersih. Upacara ini dilakukan selama 3 (tiga) hari berturut-turut dan pada hari terakhir setelah usai mengelilingi kampung dan berakhir di halaman mesjid, maka dilakukan baca doa selamat dan tolak bala. Semuanya duduk bersila untuk kaum laki-laki dan duduk ipik atau bersimpuh untuk wanitanya. Selesai berdoa dilanjutkan dengan makan pelabur/makanan bubur Jawa. Setelah selesai menikmati hidangan, maka acara diakhiri dengan shalawat nabi sebanyak tiga kali. Dengan demikian selesailah upacara ritual paradje’ ini.

PARADJE SEBAGAI BUDAYA DAN RITUAL MELAYU SANGGAU