I WAYAN SUCA SUMADI, DKK
BPNB BALI
2013
4.3 (390-3
978-602-258-120-8
TRADISI NYONGKOL DAN EKSISTENSINYA DI PULAU LOMBOK
Tradisi merupakan salah satu unsur budaya yang ada pada setiap masyarakat pendukungnya. Nyongkol hadir sebagai bentuk ekspresi kehidupan yang tertuang dalam bentuk prosesi upacara adat, terutama pada suku Sasak tradisional. Nyongkol adalah salah satu tradisi atau kearifan lokal yang merupakan identitas dari Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat yaitu merupakan kegiatan budaya mengiringi pengantin dari suatu tempat ke rumah istri/mempelai wanita. Prosesi Nyongkol di Lombok umumnya dilakukan oleh pihak keluarga pengantin pria atau bisa juga pihak keluarga wanita menjemput pengantin pria namun biasanya hal ini jarang dilakukan, kecuali jika dana mencukupi. Nyongkol bisa didefinisikan sebagai prosesi mengiringi atau mengawal pengantin untuk bertandang kerumah keluarga pengantin wanita dalam sebuah prosesi adat pernikahan masyarakat Sasak. Sebelum Nyongkol itu dilaksanakan ada beberapa prosesi penting dalam adat perkawinan masyarakat Sasak di Lombok yang mesti dilakukan yaitu seperti : midang, merarik, sejati, selabar, nunas wali, nikah, bait janji, nyerah gantiran, aji krama/sorong serah, nyongkol, balik lampak, dan terakhir pareba jangkih. Acara Nyongkol dilakukan bersamaan dengan prosesi seraj aji krame dalam upacara adat perkawinan suku Sasak di Lombok. Biasanya dilakukan sekitar pukul 15.00 WITA. Acara Nyongkol pada hakekatnya adalah merupakan silahturahmi karena sejak terjadinya merarik’ sampai diselenggarakannya sorong serah aji krame, kedua belah pihak tidak saling berhubungan. Tradisi Nyongkol pada masyarakat Sasak di Lombok diikat oleh aturan-aturan adat yang merupakan perwujudan nilai-nilai dan bahasa karma adat Sasak yang digunakan dalam pelaksanaan upacara dan acara adat utamanya adat Urip.